Jumat, 03 Agustus 2012

Klasifikasi Hadist

BAB II
KLASIFIKASI HADIST
1.   Hadist ditinjau dari segi kuwantitasnya 
Dalam menyampaikan sebuah hadist nabi Muhammad S.A.W tidak selalu menyampaikan pada sebuah jama’ah, terkadang pada beberapa orang bahkan hanya pada satu atau dua orang saja. Sudah barang tentu informasi yang di bawa banyak orang lebih meyakinkan dari pada yang di sampaikan beberapa orang apa lagi satu atau dua orang saja.

Maka dari sinilah adanya pembagian hadist dari segi kuwantitasnya (jumlah periwayatnya).
a.        1. Hadist Mutawatir

Hadist inilah yang di anggap paling unggul dan tidak di ragukan kebenarannya,karena hadist ini di riwayatkan oleh
banyak orang dari sahabat, tabi’in sampai generasi ahir (penulis kitab).
 Hadist mutawatir di bagi menjadi dua:

Ø  Mutawatir Lafdi (Mutawatir Redaksinya).
Ø  Mutawatir Ma’nawi (Isi Dan Kandungannya Di Riwayatkan Secara Mutawatir Dengan Redaksi Yang Berbeda-Beda). 
b.      2. Hadist Mashur
Hadist ini ada pada tingkatan nomer dua, yakni setelah hadist mutawatir. Ada yang mengatakan apabila hadist itu di riwayatkan oleh sedikit orang, sejak tingkat sahabat sampai generasi ahir (penulis kitab), maka hadist ini di namakan hadist mustafidh. Istilah ini terkenal di kalangan fuqoha’.
            Derajat hadist mashur tidak setinggi hadist mutawatir, kalau riwayat hadist mutawatir mendatangkan yakin, maka hadist mashur tidak demikian, tapi membuat hati tumakninah, karena membuat orang cenderung yakin bahwa informasinya berasal dari nabi.

c.       3. Hadist Ahad
Yaitu hadist yang di riwayatkan oleh satu atau dua orang saja. Keterkaitan orang islam terhadap hadist ini tergantung pada kuwalitas dan persambungan sanadnya. 
Hadist di tinjau dari segi kuwalitasnya

Setelah kita meninjau hadist dari segi kuwantitasnya, Kita juga perlu melihat kuwalitas dari pada sebuah
hadist. Dimasa imam bukhori, Imam muslim dan imam-imam sebelumnya, nilai hadist itu ada dua: shohih dan
dho’if.tapi ada pula hadist yang kalau di sebut dho’if rasanya tidak pas, kalau di sebut shohih rasanya juga
kurang tepat, maka oleh imam tirmidzi hadist semacam ini di sebut hadist hasan.
a.       Hadist shohih
Dari sekian banyak definisi hadist shohih yang di kemukakan para ulama’ hadist, dari sini kami dapat simpulkan bahwa hadist shohih itu mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
Ø  Sanadnya bersambung sejak dari nabi, sahabat, hingga periwayat terahir.
Ø  Periwayatnya adil dan dhabit (tidak pelupa).
Ø  Informasi hadisnya tidak syad.
b.      Hadist hasan
Hadist hasan ini tidak berbeda jauh dengan hadist shohih, perbedaannya terletak pada kedhabitan perawinya, kalau perawi hadist shohih itu harus sempurna, beda dengan hadist hasan pendhabitanya kurang sempurna.
c.       Hadist dha’if
Yaitu hadist yang tidak memenuhi persyaratan dari pada hadist shohih di atas. Misalnya sanadnya ada yang terputus, di antara periwayat ada yang pendusta atau tidak di kenal, dan lain-lain.




3. Hadits dari segi matan
Penisbatan matan tidak pada Nabi Muhammad SAW yang terdiri atas sebagai berikut:
a.       Penisbatan matan kepada sahabat, disebut mauquf”
“berita yang hanya dinisbatkan kepada sahabat, baik yang dinisbatkan itu perkataan atau perbuatan dan baik sanadnya bersambung maupun treputus.”
b.      Penisbatan matan kepada tabi’in, disebut maqthu’
“perkataan atau perbuatan yang berasal dari seorang tabi’in serta di nisbatkan kepadanya, baik sanadnya bersambung ataupun tidak:”

Hadis shohih dengan persyaratan tersebut dinamakan hadits shohih li dzatihi (shohih dengan sendirinya). Demikian juga, hadits hasan dengan persyaratan tersebut dinamakan hadits hasan li dzatihi.
Selain hadits li dzaitihi.
Selain hadist li dzatihi ada juga hadist li ghoirihi, yakni hadist li ghoirihi dan hasan li ghoirihi. Hadist shahih li ghoirihi adalah hadist hasan li dzatihi yang deajatnya menjadi shahih karena di perkuat oleh syahid dan atau muttabi’.
Adapun hadis hasan l ghoirihi sebenarnya ialah hadist dha’if yang menjadi hasan karena di perkuat oleh adanya syahid dan atau muttabi’.
4.kehujjahan hadist menurut para ahli
            Contoh dari sebuah hadist,”sesungguhnya mayat itu di siksa sebab di tangisi oleh keluarganya” (HR.Bukhari). Hadist ini shahih dari segi sanadnya, sebagai mana tercatat dalam kitab shahih bukhori. Akan tetapi, jika di lihat dari segi kandungan maknanya, hadist tersebut bertentangan dengan beberapa ayat Al-Qur’an yang menyatakan bahwa amal perbuatan seseorang akan mendapat balasan dari ALLAH SWT. Hanya karena amalnya dan bukan karena amal orang lain. Salah satu ayat Al-Qur’an menyatakan bahwa dosa seseorang tidak dapat di limpahkan kepada prang lain.
            Sebagaimana firman ALLAH SWT (QS:Al-Isra’ [17]:15)
            “Barang siapa berbuat sesuai dengan petunjuk (ALLAH), maka sesungguhnya itu untuk     (keselamatan) dirinya sendiri;dan barang siapa tersesat maka sesungguhya (kerugian) itu bagi dirinya sndiri. Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, tetapi kami tidak akan menyiksa sebelum kami menguus seorang rosul.“
            Dengan adanya penegasan ayatdi atas, hadist tersebut termasuk kedalam kategori hadist shahih dari segi sanadnya sebagaimana berdasarkan kuwalitas para perowi yang meriwayatkan hadist tersebut. Akan tetapi maknanya dha’if. Hadist demikian tidak bisa di jadikan hujjah sebab yakin bahwa hal itu bukan ucapan rosulullah SAW. Bukan hadist nabi karena mustahil nabi SAW. Menentang ayat,atau membantah Al-Qur’an.
            Dalam kerangka berfikir A.Hasan,hadist itu atau yang semacamnya tidak boleh di jadikan hujjah.
            Salah satu ayat Al-Qur’an yang di anggap menentang makna hadist diatas adalah sebagai berikut. Firman ALLAH (QS.Al-Baqoroh [2]:286).
            “…Dia mendapat (pahala) dari (kebajikan) yang di kerjakannya dan dia mendapat (siksa) dari (kejahatan) yang di perbuatnya……”
            Maksudya,kebaikan yang di kerjakan oleh seseorang, tidak akan dapat ganjarannya melainkan dirinya sendiri, dan kejahatan yang di kerjakan olehnya, tidak akn dapat azabnya, melainkan dia sendiri.
Demikian salah satu pendapat para ahli mengenai makna hadist yang menyatakan bahwa ayat di siksa karena tangisan keluarganya, dengan demikan kehujjahan hadist tersebut tertolak sebagai hadist shahih.   

0 komentar:

Posting Komentar