Jumat, 03 Agustus 2012

Syarat dan Hukum Puasa

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang

Puasa telah diwajibkan untuk kita orang-orang yang beriman sebagaimana yang telah disebutkan dalam firman Allah SWT dalm surat Albaqarah ayat 183 yaitu “wahi orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.” Sebelum kita berpuasa seharusnya kita mengetahui beberapa ketentua-ketentuan dalam berpuasa agar puasa kita bisa mendekati sempurnya, dengan apa yang telah diajarkan lewat rasul-Nya yaitu beliau nabi Muhammad SAW.

Setiap ibadah yang disyariatkan Allah kepada umat manusia pasti mengandung makna. Yaitu manfaat bagi orang yang melakukannya secara fisik, ruhani dan perjalannya dikemudian hari. Dalm ilmu kedokteran, para dokter sering menyarankan puasa bagi mereka yng mempunyai suatu penyakit yang susah disembuhkan, terutama puasa ramadhan, merupakan proses overhaul atau turun mesin setelah satu tahun mesin pencernaan dalam tubuh kita difosir untuk bekerja.

Secara pesikis, puasa membuat jiwa manusia stabil. Mampu mengendalikan diri dan tidak mudah diterpa gonjangan jiwa. Para psikolog sudah menyadari hal tersebut dan mereka sering menyarankan terapi puasa untuk mereka yang susah mengendalikan diri terutama mengendalikan amarah.

Subhanallah begitu banyak manfaat dari berpuasa, dengan menjalankan perintahnya yang dibawa nabi kita semoga dengan kita berpuasa menjadi hambanya yang bisa ta’at dan lebih dekat kepada-Nya, Amin.

B.    Rumusan Masalah

1.    Apa landasan hukum puasa?
2.    Sebutkan syarat, rukun, macam-macam puasa dan dasar hukumnya!
3.    Bagaimana cara menentukan waktu puasa?

C.    Tujuan

Dalam pembuatan makalah ini bertujuan agar lebih mengetahui ibadah puasa secara rinci yaitu baik mengenai landasan hukum, syarat, rukun dan juga macam-macamnya. Semua itu  untuk mendukung kita agar bisa mencapai ibadah puasa yang benar sesuai dengan ajaran beliau nabi Muhammad SAW dan juga lebih mendekatkan kita kepada Alah SWT.  Hanya kepadanya kita ibadah untuk mendapatkan ridhonya, Kita hanya bisa berusaha untuk lebih baik, karena kesempurnaan hanya milik-Nya.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Puasa dan Dasar Hukumnya

“Saumu” (puasa), menurut bahasa Arab adalah “menahan dari segala sesuatu”, seperti menahan makan, minum, nafsu, menahan berbicara yang tidak bermanfaat dan sebagainya. Menurut istilah agama islam yaitu “menahan diri dari sesuatu yang membatalkannya, mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari dengan niat dan beberapa syarat.”

Firman Allah Swt yang artinya


“Makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.” (Al-Baqarah:187)

Sabda Rasulullah Saw:

Dari ibnu Umar, Ia berkata, “saya telah mendengar nabi besar Saw. Bersabda, Apabila malam datang, siang lenyap, dan matahari telah terbenam, maka sesungguhnya telah datang waktu berbuka bagi orang yang puasa.” (Riwayat Bukhari dan Muslim).
 
Dan juga dalam firman Allah Swt yang artinya :


“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa, (yaitu) dalam beberapa hari tertentu.” (Al-Baqarah:183-184) .

B.    Syarat Sah Puasa

Syarat sah puasa ada 4 yaitu:
1.    Islam. Orang yang bukan islam tidak sah puasa.
2.    Mumayiz (dapat membedakan yang baik dengan yang tidak baik ).
3.    Suci dari darah haid (kotoran) dan nifas (darah sehabis melahirkan)
4.    Dalam waktu yang diperbolehkan puasa padanya. Dilarang puasa pada dua hari raya dan hari tasyriq (tanggal 11,12 dan 13 bulan haji).

Dari Anas, “Nabi Saw. Telah melarang berpuasa lima hari dalam satu tahun, Hari raya idul fitri, hari raya haji, tiga hari raya tasyriq  (tanggal 11,12 dan 13 bulan haji).” (Riwayat Daruqutni). 

C.    Rukun Puasa

Rukun adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan ibadah itu sendiri. Jika rukun ini tidak dijalankan, maka tidak sah ibadah tersebut alias batal. Tidak seperti ibadah-ibadah lain yang banyak rukunnya, puasa cukup ringkas meskipun pelaksanaannya tentu tidak semudah itu. Rukun puasa hanya ada dua, yaitu:

1.    Niat

Kedudukan niat dalam puasa sangat utama. Tanpa niat puasa seseorang tidak sah. Sebab Rasulullah SAW menyatakan bahwa setiap perbuatan tergantung pada niatnya. Kalau seseorang tidak berniat akan puasa maka sama saja ia tidak puasa meskipun dirinya telah menahan makan minum dan apa-apa yang membatalkannya. Sabda Nabi saw.,

“Barang siapa tidak berniat puasa diwaktu malam maka tidak ada puasa baginya (tidak sah).” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i, dan Ibnu Majah).

Dan juga dalam hadis yang lain disebutkan: “Barang siapa tidak berniat puasa sebelum terbit fajar,maka tidak ada puasa baginya.” (HR Baihaqi dan ad-daruquthni).

Berbeda dengan niat pada ibadah-ibadah lain yang pelaksanaannya bersamaan dengan ibadah yang diniatkan, niat puasa boleh dilakukan jauh sebelumnya, yaitu dimalam hari. waktunya dimulai dari masuk masuk waktu magrib hingga sebelum terbit fajar.

Kecuali pada puasa sunat yaitu boleh berniat pada siang hari asal sebelum zawal (matahari condong ke barat). Seperti yang disebutkan dalam hadis nabi:

Dari Aisyah. Ia berkata, “pada suatu hari rasulullah Saw. Datang kerumah saya. Beliau bertanya, adakah makanan padamu? Saya menjawab,”tidak ada apa-apa. Beliau lalu berkata,’kalau begitu baiklah, sekarang saya puasa. Kemudian pada hari lain beliau datang pula, lalu kami berkata, ‘ya Rasulullah, kita telah diberi hadiah kue Haisun, Beliau berkata, mana kue itu? Sebenarnya saya dari pagi puasa, lalu beliau makan kue itu.” (Riwayat Jama’ah ahli hadis kecuali Bukhari).

2.    Menahan diri dari segala yang membatalkan puasa sejak terbit fajar sampai terbenam matahari.

Yang membatalkan puasa ada 6 perkara:
  1. Makan dan minum.
  2. Muntah yang disengaja, sekalipun tidak ada yang kembali kedalam.
  3. Bersetubuh.
  4. Keluar darah haid atau nifas.
  5. Gila. Jika gila datang waktu siang hari, batallah pasa.
  6. Keluar mani dengan sengaja (karena bersentuhan dengan perempuan atau yang lainnya). Karena keluar mani itu adalah puncak yang yang dituju orang pada persetubuhan. Maka hukumnya disamakan denagn bersetubuh. Adapun keluar mani karena bermimpi, mengkhayal dan sebagainya, tidak membatalkan puasa.
D.    Macam-Macam Puasa

Dalam islam dikenal ada beberapa macam puasa. Ada pasa yang bersifat wajib. Puasa ini harus dilaksanakan, kalau tidak maka berdosa. Ada pula yang sunah, puasa yang sangat dianjurkan meskipun jika kita tidak melakukannya tidak mengapa.

Berikutnya adalah puasa yang diharamkan, jangan sekali-kali dikerjakan. Alih-alih ingin mendapatkan pahala, ternyata justru menimbulkan dosa. Puasa jenis ini tidak banyak karena Allah menghendakinya demikian. Yang terakhir adalah puasa makruh, yaitu mengerjakan puasa pada hari-hari yang dimakruhkan, sebaiknya ditinggalkan. Adaapun perinciannya sebagai berikut:

1.    Puasa wajib 

Ada beberapa puasa yang diwajibkan diantaranya adalah: Puasa ramadhan, Puasa qodho (mengganti puasa ramadhan), Puasa Nadzar, Puasa Kifarat (denda karena suatu pelanggaran).

2.    Puasa Sunnah

Pasa sunnah adalah puasa yang dianjurkan untuk dikerjakan. Apabila dikerjakan, maka akan mendapatkan pahala sedangkan jika ditinggal tidak mengapa. Meskipun berupa anjuran, puasa sunnah harus mengikuti aturan dari Allah dan Rasul-Nya. Adapun puasa sunnah yang disyariatkan dalam islam adalah:

a.    Puasa senin dan kamis
b.    Puasa 6 hari bulan syawal
c.    Puasa hari arafah
d.    Puasa pertengahan bulan
e.    Puasa dawud (setelah puasa sehari buka)

3.    Puasa Haram

Puasa haram adalah puasa yang tidak boleh dilakukan oleh seorang muslim karena berdosa jika dilakukan. Ada beberapa hari yang seorang muslim dilarang puasa didalamnya, yaitu:
a.    Puasa pada hari-hari tertentu
b.    Puasa wishal (terus-menerus)
c.    Puasa wanita ketika haid dan nifas.
d.    Puasa yang membuat diri menjadi celaka
e.    Puasa sunnah seorang istri tanpa izin suami.

4.    Puasa Makruh

a.    Puasa sunnah hari jumat saja atau sabtu saja
b.    Puasa yang membuat diri menderita


E.    Penentuan Waktu Puasa

Pada awalnya para shahabat Nabiyul ummi Muhammad Shalallahu 'alaihi wasallam, jika berpuasa dan hadir waktu berbuka mereka makan dan minum serta menjimai istrinya selama belum tidur, Namun jika seorang diantara mereka tidur sebelum menyantap makan malamnya (berbuka) dia tidak boleh melakukan sedikitpun perkara-perkara diatas, kemudian Allah dengan keluasan rahmat-Nya, memberikan rukhshoh hingga orang yang tertidur disamakan hukumnya dengan orang yang tidak tidur, hal ini diterangkan dengan rinci dalam hadits berikut :

Dari Al-Barraa' bin Ajib radhiallahu 'anhu berkata : Dahulu shahabat nabi Shalallahu 'alaihi wasallam jika salah seorang diantara mereka puasa dan tiba waktu berbuka, tetapi tertidur sebelum berbuka, tidak diperbolehkan makan malam dan siangnya hingga sore lagi. Sungguh Qois bin Shirmah Al-Anshary pernah berpuasa, ketika tiba waktu berbuka beliau mendatangi istrinya kemudian berkata : Apakah engkau punya makanan ? Istrinya menjawab: Tidak. Namun aku akan pergi mencarinya untukmu, dia bekerja pada hari itu hingga terkantuk dan tertidur, ketika istrinya kembali dan melihatnya, istrinya pun berkata : Khaibah untukmu 1) ketika pertengahan hari diapun terbangun, kemudian menceritakan perkara tersebut kepada Nabi hingga turunlah ayat ini yang artinya :

Dihalalkan bagimu pada malam puasa bercampur (berjima) dengan istri-istrimu (Surat Al-Baqoroh : 187).

Mereka sangat gembira dan turun pula : (yang artinya) Dan makan dan minumlah sehingga terang kepadamu benang putih dari benang hitam dari fajar.

Dan ketahuilah -wahai saudara muslim- bahwa :
  1. Fajar kadzib adalah warna putih yang memancar panjang yang menjulang seperti ekor binatang gembalaan.
  2. Fajar shadiq adalah warna yang memerah yang bersinar dan tampak diatas puncak di bukit dan gunung-gunung, dan tersebar di jalanan dan di jalan raya serta di atap-atap rumah, fajar inilah yang berkaitan dengan hukum-hukum puasa dan shalat.
Dari Samurah radhiallahu 'anhu Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam bersabda (yang artinya): Janganlah kalian tertipu oleh adzannya Bilal dan jangan pula tertipu oleh warna putih yang memancar keatas sampai melintang.

Dari Thalq bin Ali: Nabi Shalallahu 'alaihi wasallam bersabda (yang artinya): Makan dan minumlah jangan kalian tertipu oleh fajar yang memancar keatas, makan dan minumlah sampai warna merah membentang.

Ketahuilah -mudah-mudahan engkau diberi taufiq untuk mentaati Rabbmu- bahwasanya sifat-sifat fajar shadiq adalah yang bercocokan dengan ayat yang mulia: Hingga jelas bagi kalian benang putih dari benang hitam karena fajar.

Karena cahaya fajar jika membentang diufuk di atas lembah dan gunung-gunung akan tampak seperti benang putih, dan akan tampak diatasnya benang hitam yakni sisa-sisa kegelapan malam yang pergi menghilang.

Jika telah jelas hal tersebut padamu berhentilah dari makan, minum dan berjima' , kalau ditanganmu ada gelas berisi air atau minuman, minumlah dengan tenang. Karena itu merupakan rukhshah (keringanan) yang besar dari Dzat Yang Paling Pengasih kepada hamba-hamba-Nya yang puasa, minumlah walaupun engkau telah mendengar adzan:

Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam bersabda (yang artinya): Jika salah seorang kalian mendengar adzan padahal gelas ada ditangannya, janganlah ia letakan hingga memenuhi hajatnya.

Yang dimaksud adzan dalam hadits diatas adalah adzan subuh yang kedua karena telah terbitnya fajar shadiq dengan dalil tambahan riwayat, yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Ibnu Jarir Ath-Thabari.

3. Kemudian menyempurnakan Puasa hingga malam.

Jika telah datang malam dari arah timur, menghilangnya siang dari barat dan matahari telah terbenam berbukalah orang yang berpuasa.

Dari Umar radhiallahu 'anhu berkata Rasulullah Shalalla'alaihi wasallam bersabda (yang artinya): Jika malam datang dari sini, siang menghilang dari sini, dan terbenam matahari telah berbukalah orang yang puasa.

Hal ini terwujud setelah terbenamnya matahari, walaupun sinarnya masih ada, termasuk petunjuk Nabi Shalallahu 'alaihi wasallam, jika beliau puasa menyuruh seseorang untuk naik ke satu ketinggian, jika orang berkata: Matahari telah terbenam, beliaupun berbuka.

Sebagian orang menyangka malam itu tidak terwujud langsung setelah terbenamnya matahari, tapi masuknya malam setelah kegelapan menyebar di timur dan di barat, sangkaan seperti ini pernah terjadi pada shahabat Rasulullah, kemudian mereka diberi pemahaman bahwa cukup dengan adanya awal gelap dari timur setelah hilangnya bundaran matahari.

BAB III
PENUTUP

A.    Simpulan

“Saumu” (puasa), menurut bahasa Arab adalah “menahan dari segala sesuatu”, seperti menahan makan, minum, nafsu, menahan berbicara yang tidak bermanfaat dan sebagainya.

Menurut istilah agama islam yaitu “menahan diri dari sesuatu yang membatalkannya, mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari dengan niat dan beberapa syarat.”

Puasa ada 4 macam yaitu: puasa wajib, puasa sunat, puasa makruh dan puasa haram, adapun syarat sahnya: Islam, Mumayiz, Suci dari darah haid (kotoran) dan nifas (darah sehabis melahirkan), Dalam waktu yang diperbolehkan puasa padanya. Dilarang puasa pada dua hari raya dan hari tasyriq (tanggal 11,12 dan 13 bulan haji).

Rukun puasa hanya ada dua, yaitu: Niat dan Menahan diri dari segala yang membatalkan puasa sejak terbit fajar sampai terbenam matahari.

Yang membatalkan puasa ada 6 perkara: 1. Makan dan minum, 2. Muntah yang disengaja, sekalipun tidak ada yang kembali kedalam. 3. Bersetubuh. 4. Keluar darah haid atau nifas. 5. Gila. Jika gila datang waktu siang hari, batallah puasa. 6. Keluar mani dengan sengaja (karena bersentuhan dengan perempuan atau yang lainnya).

B.    Saran 

Untuk menjalankan ibadah puasa kita harus mengetahui rincian puasa agar pada hari yang diharamkan kita tidak melaksanakannya dan mengerti puasa yang wajib kita lakukan dan sebaginya.

Kita harus mengerti syarat sah puasa, rukun, dan macam-macamnya dan juga beberapa dasar hukumnya agar kita sesuai apa yang diajarkan beliau Nabi Muhammad Saw. Jadi kita tahu kapan kita puasa dan kapan kita dilarang puasa juga puasa-puasa sunat, semua itu semata untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt.

C.    Penutup 

Demikian makalah yang kami buat semoga dapat bermanfaat bagi kita semua dan semoga kita bisa menjalankan amal ibadah puasa dengan baik dan tentunya tidak lain untuk mengharap ridho-Nya, Tentunya banyak kekurangan dalam makalah ini semoga sahabat pembaca dapat mengambil yang baik, dan membenarkan yang salah, karena kesempunaan hanya milik Allah Swt tuhan semesta alam.

DAFTAR PUSTAKA

Faridl, Miftah, Puasa ibadah kaya makna, Jakarta; Gema Insani, Cet-1, 2007.
Rasjid, Sulaiman, fiqh islam, Bandung; Sinar Baru Algesindo, Cet-43, 2009.

0 komentar:

Posting Komentar